Rabu, 08 Mei 2013


FISIOLOGI GINJAL DAN ANESTESI 
Konsep Pokok Gabungan aliran darah dari kedua ginjal normalnya sekitar 20-25% dari total keluaran jantung. Autoregulasi aliran darah ginjal normalnya terjadi pada mean aterial pressure (MAP) darah antara 80 dan 180 mmHg. Sintesis prostaglandin vasodilator oleh ginjal (PGD2, PGE2 dan PGI2) merupakan mekanisme protektif selama periode hipotensi sitemik dan iskemi ginjal. Dopamin dan fenoldopam memperbesar arteri aferen dan eferen melalui aktivasi Di-reseptor. Infus dopamin dosis rendah dan fenoldopam dapat membalik norepinefrin yang menginduksi vasokontriksi gnjal. Penurunan aliran darah gunjal yang reversibel, kadar filtrasi glomerular, aliran urin dan ekskresi sodium terjadi selama anestesi umum maupun regional. Efek ini sebagian dapat diatasi dengan memelihara volume intravaskular yang adekuat dan tekanan darah yang normal. Respon endokrin terhadap tindakan bedah dan anestesi mungkin bertanggung jawab pada retensi urin sementara post operasi yang tampak pada beberapa pasien. Methoxyflurane dihubungkan dengan sindroma gagal ginjal poliuri. Nefrotoksisitasnya berhubungan dengan dosis dan merupakan hasil pengeluaran ion florida dari degradasi metabolismenya. Konsentrasi florida yang tinggi pada plasma diikuti dengan pemanjangan anestesi yang menggunakan enflurane dapat terjadi pada pasien yang obese dan yang menerima terapi isoniazid. Compound A, produk pecahan sevoflurane yang terbentuk pada aliran yang rendah, menurut penelitian yang dilakukan pada binatang dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Pada penelitian klinik tidak terdeteksi adanya kerusakan ginjal pada manusia yang menggunakan anestesi sevoflurane. Prosedur tindakan bedah tertentu dapat meningkatkan fisiologi ginjal secara signifikan. Pneumoperitoneum yang disebabkan oleh tindakan laparoskopi menyebabkan kondisi yang menyerupai sindrom kompartemen abdomen. Peningkatan tekanan intra abdominal khas menyebabkan oligurian (atau anuria). Prosedur bedah lain yang secara signifikan dapat membahayakan fungsi ginjal meliputi cardiopulmonary bypass, cross-clamping aorta, dan pemotongan di dekat arteri ginjal. Ginjal berperan penting pada pengaturan volume dan komposisi cairan tubuh, mengeliminasi racun dan menghasilkan hormon seperti renin, eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D. Anestesi dan tidakan bedah dapat memberikan efek yang penting terhadap fungsi ginjal. Jika hal tersebut tidak dipertimbangkan dapat menyebabkan kesalahan yang serius pada pengelolaan pasien. Kelebihan cairan, hipovolemi dan gagal ginjal post operasi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas post operasi. Gambar 31-1. pembagian anatomi ginjal Diuretik merupakan kelas obat penting yang sering digunakan pada periode perioperative. Diuretik pre operasi umumnya diberikan pada pasien dengan hipertensi dan penyakit, jantung, hepar dan ginjal. Diueretik juga digunakan selama operasi terutama pada bedah saraf dan tindakan bedah pada jantung, pembuluh darah utama, mata dan urologi. Hal-hal yang berhubungan dengan berbagai jenis diuretik, mekanisme kerjanya, efek sampingnya dan interaksi anestesi potensial merupakan hal yang penting. Nefron Masing-masing ginjal terdiri dari sekitar satu juta unit fungsional yang disebut nefron. Secara anatomi, nefron terdiri tubulus yang melengkung dengan sedikitnya enam segmen khusus. Pada akhir proksimal (Kapsula Bowman) terbentuk ultrafiltrat darah dan selama cairan ini melewati nefron, volume dan komposisinya dimodifikasi dengan cara rearbsopsi dan sekresi cairan. Produk akhir dikeluarkan sebagai urin. Enam pembagian pokok secara fungsional dan anatomik nefron meliputi kapiler dan glomerulus, tubulus proksimal, loop henle, tubulus dista, tubulus kolektifus dan aparatus juxta-glomerular. ( gambar 31-1 dan tabel 31-1) Tabel 31-1. Pembagian fungsi nefron SEGMEN FUNGSI Glomerulus Ultrafiltrasi darah Tubulus proksimal Reabsorpsi Natrium klorida Air Bikarbonat Glukosa, protein, asam amino Kalium, magnesium, kalsium Fosfat, asam urat, urea Sekresi Anion organik Kation organik Produksi amonia Loop henle Reabsorpsi Natrium, klorida Air Kalium, kalsium, magnesium Countercurrent multiplier Tubulus distal Reabsorpsi Natrium, klorida Air Kalium Bikarbonat Sekresi Ion hidrogen Kalium Kalsium Tubulus kolektivus Reabsorpsi Natrium, klorida Air Kalium Bikarbonat Sekresi Kalium Ion hidrogen Produksi amonia Appartus junxtaglomerular Sekresi renin Kapiler Glomerulus Glomerulus terdiri dari sekumpulan kapiler yang menonjol di dalam Kapsula Bowman sehingga dapat memperluas area filtrasi darah. Aliran darah memiliki satu arteriol afferen dan dialirkan ke satu arteriol efferen. Sel endotel glomerulus dan sel epitel kapsula Bowman hanya dipisahkan oleh membran basal yang bersatu. Sel endotelial memiliki fenestra yang relatif besar (70-100nm) namun sel epitelia membentuk anyaman yang kuat satu dengan ynag lain sehingga membentuk lokal filtrasi yang sangat kecil (25nm). Dua tipe sel dengan membran basal seperti itu merupakan barrier filtrasi yang efektif terhadap sel yang besar dan zat dengan berat molekul yang besar. Penghalang ini memiliki tempat anionik multiple yang memberikan muatan negatif yang menguntungkan filtrasi kation namun menghambat filtrasi anion. Bentuk sel ketiga, yaitu sel mesangial, berlokasi di antara membran basal dan sel epitelial yang dekat kapiler pembatas. Sel mesangial memegang peranan penting di dalam filtrasi glomerulus. Sel mesangial terdiri dari protein kontraktil yang menghasilkan respon terhadap zat vasoaktif, mensekresi berbagai zat dan menerima komplek imun. Kontraksi sel mesangial mengurangi filtrasi glomerulus, sebagai jawaban atas angiotensin II, vasopressin, norepinefrin, histamin, endotelin, tromboksan A2, leukotrien (C4 dan D4), prostaglandin F2 dan faktor aktivasi platelet. Relaksasi meningkatkan filtrasi sebagai respon terhadap atrial natriuretic peptide (ANP), prostaglandin E2 dan dopamin. Tekanan filtrasi glomerulus (sekitar 60 mmHg) normalnya adalah 60% dari mean arterial pressure, dilawan oleh tekanan onkotik plasma (25 mmHg) dan tekanan intersisial ginjal (10 mmHg). Tekanan pada arteriol afferen dan efferen merupakan faktor yang menentukan tekanan filtrasi. Tekanan filtrasi berbanding lurus dengan tekanan arteriol efferen serta berbanding terbalik dengan tekanan arteriol afferen. Normalnya sekitar 20% plasma difiltrasi lewat darah melalui glomerulus. Tubulus Proksimal 60-75% ultrafiltrat yang terbentuk di dalam kapsula Bowman normalnya diabsorpsi secara isotonis (jumlah air dan garam yang sebanding) di dalam tubulus proksimal ginjal (gb. 31-2). Agar direabsorpsi, sebagian besar zat harus melewati bagian tubular apikal membran sel dan kemudian menyeberangi membran sel basolateral menuju intersisial ginjal sebelum memasuki kapiler peritubuler. Fungsi utama tubulus proksimal adalah reabsorpsi Na+ . Sodium secara aktif diangkut keluar dari sel tubulus proksimal pada sisi kapiler oleh ikatan membran Na+- K+- adenosine triphosphatase (ATPase) (gb.31-3). Proses tersebut menghasilkan konsentrasi rendah Na+ intraselular dan memungkinkan perpindahan pasif Na+ sehingga menurunkan gradiennya dari cairan tubulus ke sel epitel. Angiotensin II dan norepinefrin meningkatkan reabsoprsi Na+ pada awal tubulus proksimal. Dan secara berlawan, dopamin dan fenoldopam menurunkan reabsorpsi sodium oleh tubulus proksimal melalui aktivasi reseptor D1. Gambar 31-2. Reabsorpai natrium di dalam nefron. Juga terlihat persentasi filtrasi natrium yang di reabsorpsi pada masing-masing bagian. Reabsopsi natrium berpasangan dengan reabsorpsi larutan yang lain dan sekresi H+ (gb. 31-3). Protein pembawa spesifik menggunakan konsentrasi Na+ yang rendah di dalam sel untuk memindahkan fosfat, glukosa dan asam amino. Hilangnya muatan positif intraseluler akibat aktifitas Na+-K+- ATPase (pertukaran dengan 3Na+ dengan 2K+) menguntungkan absorpsi kation yang lain (K+,Ca2+,Mg2+). Oleh karena itu, Na+-K+-ATPase pada sisi basolateral dari sel ginjal menghasilkan energi untuk reabsorpsi sebagian besar larutan. Reabsorpsi sodium di membran luminal berpasangan juga dengan countertransport (sekresi) H+. Reabsorpsi sodium tersebut bertanggung jawab terhadap reabsorpsi 90% dari ion bikarbonat yang difiltrasi (lihat gambar 30-3). Tidak seperti larutan yang lain, florida dapat melewati hubungan yang rapat antara epitel tubulus. Akibatnya, reabsorpsi klorida sebagian besar pasif dan mengikuti gradien konsentrasi. Reabsorpsi klorida secara aktif dapat berlangsung sebagai akibat dari cotransporter K+-2. Diuretik Hemat Kalium Nonkompetitif Triamterene (Dyrenium) dan amiloride (Midamor) tidak tergantung aktivitas aldosteron pada tubulus kolektivus. Obat tersebut menghambat reabsorpsi Na+ dan sekresi K+ dengan menurunkan jumlah saluran natrium yang terbuka pada membran luminal tubulus kolektivus. Amiloride juga dapat menghambat aktivitas Na+-K+-ATPase di tubulus kolektivus. Penggunaan HIPERTENSI Obat-obat tersebut sering dikombinasi dengan golongan thiazid untuk mencegah hipokalemia. GAGAL JANTUNG KONGESTIF Obat-obat tersebut sering ditambahkan dengan diuretic yang lebih kuat pada pasien yang kekurangan kalium. Dosis Intravena Obat-obat tersebut hanya diberikan per oral. Efek Samping Amiloride dan triamterene dapat menyebabkan hiperkalemia dan asidosis metabolik mirip dengan spironolakton (lihat di atas). Keduanya juga dapat menyebabkan mual, muntah dan diare. Amiloride secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit, tetapi kadang-kadang muncul parestesia, depresi, kelemahan otot dan kram. Triamteren jarang menyebabkan batu ginjal dan merupakan nefrotoksik yang potensial, terutama jika dikombinasikan dengan obat antiinflamasi nonsteroid. CARBONIC ANHIDRASE INHIBITOR Carbonic anhidrase inhibitor seperti acetazolamide (Diamox) menghalangi reabsorpsi Na+ dan sekresi H+ di tubulus proksimal. CAI merupakan diuretik lemah karena efeknya dibatasi oleh kapasitas reabsorptif segmen distal nefron. Walaupun demikian, obat tersebut secara signifikan menghalangi sekresi H+ di tubulus proksimal dan mempengaruhi reabsorpsi HCO3+ (lihat Bab 30). Penggunaan KOREKSI ALKALOSIS METABOLIK PADA PASIEN EDEMA Carbonic anhidrase inhibitor sering memperkuat efek diuretik lain. ALKALINISASI URIN Alkalinisasi meningkatkan ekskresi komponen asam lemah pada urin seperti asam urat. PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULAR Penghambat carbonic anhidrase di procesus cilliaris menurunkan produksi humor aquous, yang kemudian menurunkan tekanan intraokuler. Hal ini merupakan indikasi selama operasi oftalmikus. Dosis Intravena Acetazolamide, 250-500 mg IV. Efek Samping Carbonic anhidrase inhibitor secara umum hanya menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik ringan karena efek terbatas di nefron distal. Dosis besar acetazolamid dilaporkan menyebabkan mengantuk, parestesia dan kebingungan. Alkalinisasi urin dapat menghalangi ekskresi obat-obatan amine seperti quinidin. DIURETIK LAIN Obat-obat ini dapat meningkatkan GFR dengan meningkatkan cardiac output atau tekanan darah arterial. Obat pada golongan ini tidak secara utama diklasifikasikan sebagai diuretik karena aksi mayor lainnya. Obat-obat itu termasuk methylxanthine (theofilin), glikosida cardiac (digitalis), fenoldopam, inotropik (dopamin) dan infus salin. Methylxanthin juga terlihat menurunkan reabsorpsi natrium di tubulus renalis proksimal dan distal. Efek ginjal terhadap dopamin dibahas di atas. DISKUSI KASUS: OLIGURIA INTRAOPERATIF Seorang wanita 58 tahun akan menjalani histerektomi radikal dengan anestesi umum. Wanita tersebut dalam kondisi yang prima selain diagnosis carsinoma uteri. Kateter urin dipasang mengikuti induksi anestesi umum. Total keluaran urin sebanyak 60 ml dalam 2 jam pertama operasi. Setelah jam ketiga operasi, tercatat hanya meningkat sebanyak 5 ml urin dalam penampungan urin. Haruskah dokter anestesi memperhatikan? Penurunan keluaran urin selama anestesi adalah hal yang sangat umum. Walaupun penurunan diduga karena efek fisiologis operasi dan anestesi (di atas), keluaran urin kurang dari 20 ml/jam pada orang dewasa secara umum memerlukan evaluasi. Topik apa yang harus ditanyakan? Pertanyaan yang harus dijawab : Apakah terdapat masalah dengan kateter urin dan sistem drainase? Apakah parameter hemodinamik sesuai dengan fungsi ginjal yang adekuat? Apakah penurunan keluaran urin secara langsung berkaitan dengan tindakan operasi? Bagaimana mengevaluasi kateter urin dan sistem drainase selama operasi? Penempatan kateter yang tidak tepat adalah tidak jarang terjadi dan harus dicurigai jika terjadi tidak adanya urin yang mengalir sama sekali sejak insersi kateter. Mungkin terdapat kesalahan penempatan dan pengembangan, di uretra pada laki-laki atau di vagina pada perempuan. Penempatan kateter yang salah, menekuk, obstruksi atau diskoneksi dari pipa penampungan dapat menyebabkan hasil yang sama pada kasus ini, dengan gangguan aliran urin total atau mendekati total. Diagnosis masalah mekanik tersebut memerlukan pemeriksaan dan inspeksi jalan urin dari kateter sampai penampung urin. Obstruksi kateter dapat dipastikan dengan ketidakmampuan irigasi kandung kemih dengan larutan salin melalui kateter. Parameter hemodinamik apa yang harus dievaluasi? Penurunan keluaran urin selama operasi paling sering karena perubahan hemodinamik. Pada banyak kasus, terjadi karena penurunan volume intravaskular (hipovolemi), cardiac output atau tekanan darah arterial rata-rata (MAP). Redistribusi aliran darah renal dari korteks renalis ke medulla juga dapat berperan. Kekurangan volume intravaskular dapat terjadi bila penggantian cairan intravena tidak sesuai dengan kehilangan darah intraoperatif, kehilangan cairan insensibel dan sequester cairan oleh jaringan yang luka (ruang ketiga). Oliguria membutuhkan penilaian volume intravaskular yang cermat untuk menyingkirkan hipovolemia (lihat bab 29). Peningkatan keluaran urin setelah pemberian bolus cairan intravena menunjukkan hipovolemia. Sebaliknya, oliguria pada pasien dengan riwayat gagal jantung kongestif membutuhkan inotropik, vasodilator atau diuretik. Pengawasan tekanan vena central dan arteri pulmonalis berguna pada pasien dengan penyakit jantung, ginjal atau penyakit hepar lanjut, juga pada pasien yang mengalami kehilangan darah berlebihan (lihat Bab 6). Jika tekanan MAP turun dibawah batas terbawah autoregulasi renalis (80 mmHg), aliran urin menjadi tergantung pada tekanan darah. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan hipertensi sistemik kronik, dimana autoregulasi renal timbul pada tekanan MAP yang lebih tinggi. Penurunan kedalaman anestesi, bolus cairan intravena atau penggunaan vasopresor dapat meningkatkan tekanan darah dan keluaran urin pada beberapa kasus. Kadang-kadang, pasien normal dapat mengalami penurunan keluaran urin pada volume intravaskular, cardiac output dan tekanan MAP normal. Dosis kecil loop diuretik (furosemide, 5-10 mg) biasanya mengembalikan aliran urin normal pada kasus tertentu. Bagaimana tindakan operasi mempengaruhi keluaran urin? Sebagai tambahan respon neuroendokrin terhadap operasi, faktor mekanik terkait operasi itu sendiri dapat mengubah keluaran urin. Hal ini terutama terjadi selama operasi pelvis, saat kompresi kandung kemih oleh retraktor, unintensional cystotomi dan ligasi atau memperberat satu atau kedua ureter dapat secara dramatis mempengaruhi keluaran urin. Kompresi retraktor dikombinasikan dengan posisi kepala di bawah (Trendelenburg) biasanya mempengaruhi pengosongan kandung kemih. Tekanan berlebihan pada kandung kemih akan menyebabkan hematuria. Saat masalah mekanik sistem drainase kateter urin dan faktor hemodinamik dieksklusi (lihat di atas), sebuah penjelasan operasi harus tergambarkan. Dokter bedah harus diberitahu sehingga posisi retraktor dapat diperiksa, ureter diidentifikasi dan jalurnya dilacak di area operatif. Methylen blue atau indigo carmine intravena – kedua zat pewarna tersebut diekskresikan lewat urin – berguna dalam identifikasi situs cystotomy unintensional atau ujung ureter yang rusak. Catatan bahwa tampilan zat perwarna pada penampung drainase urin tidak mengeksklusikan ligasi unilateral dari satu ureter. Methylene blue dan indigo carmine dapat secara transient memberikan bacaan oximeter pulse rendah yang salah. (lihat Bab 6) Apakah hasil akhirnya? Setelah dilakukan pengecekan integritas kateter urin dan sistem drainase, injeksi 2 L Ringer Laktat dengan 250 ml albumin 5% dan 10 mg furosemide diberikan secara intravena tetapi gagal meningkatkan keluaran urin. Indigo carmin diberikan intravena dan ujung proksimal ureter sinistra berat diidentifikasi secara subsequent. Ahli urologi dipanggil dan dilakukan reanastomose ureter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar