A N E S T H E S I A
Kewaspadaan Indera Menuju Keselamatan (Indonesian Of Nurse Anesthetic)
Jumat, 14 November 2014
Senin, 17 Maret 2014
FISIOLOGI PERNAFASAN DAN ANESTESI
FISIOLOGI
PERNAPASAN :
EFEK ANESTESIA
EFEK ANESTESIA
Fisiologi
pernapasan sangat penting dalam praktek anestesi karena anestetik yang
paling
sering digunakan– inhalation agents – bergantung pada kerja paru-paru untuk
diuptake dan dieliminasi.
Lebih
lanjut nanti, paralisis otot, posisi yang tidak biasa selama operasi dan teknik
seperti anestesia dengan satu paru - paru serta cardiopulmonary by pass juga
mempengaruhi fisiologis pulmonal.
Respirasi
Seluler
- Fungsi Utama Paru: Pertukaran gas antara darah & udara inspirasi hasil langsung dari metabolisme aerob sel yg menghasilkan kebutuhan konstan uptake O2 & eliminasi CO2Metabolisme Aerob
- C6H12O6 + 6O2 à 6CO2 + 6H2O + Energi
- Energi yg dihasilkan disimpan dalam bentuk ATP dan digunakan u/ pompa ion, kontraksi otot, sintesa protein, sekresi sel
- Dihasilkan 38 ATP
Metabolisme
Anaerob
- Menghasilkan ATP yg lebih terbatas
- ATP diproduksi dari konversi glukosa dari pyruvat ke asam laktat
- Tiap molekul glukosa menghasilkan 2 ATP
Efek
Anestesia Pada Metabolisme Sel
- GA à menurunkan produksi CO2 & konsumsi O2 sampai 15%
- Reduksi terbesar pada konsumsi O2 di otak dan jantung
Rongga
Thorax & Otot2 Respirasi
- Terdiri atas 2 paru-paru yg dilapisi pleura. Apex dada kecil, entry dari trakea, esophagus dan pembuluh darah, dasar dibentuk diafragma.
- Kontraksi diafragma à dasar thorax turun 1,5-7 cm, paru2 mengembang
- Inspirasi à diapragma dan otot-otot intercostal eksternal
- expirasi à pasif
Tracheobronchial
• Fungsi membawa aliran gas dari dan ke alveoli
• Fungsi membawa aliran gas dari dan ke alveoli
Pembagian
dikotom dimulai dari trakea dan berakhir pada kantung alveolar, diperkirakan
melibatkan 23 divisi atau generasi. Tiap kantung alveolar terdiri atas 17 alveoli.
Kira2 300 juta alveoli luas permukaan membran u/ pertukaran gas pd org dewasa.
Peredaran
Darah Paru-paru & Limfatik
- Paru2 terdiri dari 2 sirkulasi pulmonal & bronkial sirkulasi bronkial berasal dari jantung dan mempertahankan kebutuhan-kebutuhan metabolik trakeobronkial sampai bronkiplus pulmonal
- Sirkulasi pulmonal menerima darah dari jantung kanan melalui arteri pulmonal terbagi menjadi cabang kiri & kanan melalui arteri pulmonal
- Darah teroksigenasi melalui kapiler pulmonal dimana O2 diambil & CO2 dibuang
Inervasi
- Diafragma di inervasi saraf phrenic yg berasal dari cabang saraf C3-C5
- Nervus vagus mempersarafi sensoris pd trakeobrokial
Aktivitas vagal à bronkokontriksi
& peringatan sekresi bronkial
Aktivitas simpatetik à bronkodilatasi & menurunkan sekresi B2 reseptor
Aktivitas simpatetik à bronkodilatasi & menurunkan sekresi B2 reseptor
FUNCTIONAL
RESPIRATORY ANATOMY
- Rib Cage & Otot Pernapasan
- Rib Cage terdiri dari paru-paru, dan masing-masing dikelilingi pleura.
- Konstraksi diafragma – prinsip otot pernapasan – mengakibatkan rongga dada mengecil dan paru-paru membesar.
- Pulmonary Circulation & Lymphatics
- Suplai paru didapatkan dari sirkulasi pulmonar dan brochial.
- Total aliran lymph pulmonar = 20mL/h
- Tracheobronchial Tree
- Berfungsi untuk menyalurkan udara ke dan dari alveoli.
- Innervation
- Saraf-saraf vagus menyediakan sensor innervation untuk tracheobronchial tree.
BASIC
MECHANISM OF BREATHING
- Spontaneous Ventilation.
Tekanan didalam alveoli selalu lebih besar dibanding
sekelilingnya (intrathoracic) kecuali alveoli tidak berfungsi.
- Mechanical Ventilation.
Kebanyakan mechanical ventilation menerapkan positive airway
pressure secara intermittent pada upper airway. Efek anesthesi pada pola
pernapasan sangatlah kompleks dan berkaitan erat dengan perubahan posisi dan
agen anesthesi yang digunakan.
Mekanisme
Dasar Pernafasan
•
Perubahan periodik gas alveolar dgn gas segar dari jalan nafas atas
mereoksigenasi darah dan membuang CO2.
Ventilasi
Spontan
- Tekanan dlm alveoli selalu lebih besar dr sekitarnya kecuali bila alveoli kolapas
- Tekanan alveolar adalah pd akhir inspirasi & ekspirasi.
- Sesuai dengan fisiologi pulmonal, tekanan pleural digunakan sbg alat pengukuran tekanan intrathoracic, dirumuskan sbg brkt:
P transpulmonal = P alveolar - P intrapleural
- Pada Akhir ekspirasi tekanan intrapleural kira 2 -5cm H2O
- Dan karena tekanan aveolar 0, tekanan transpulmonal adalah + 5cm H2O
- Aktivitas otot diagframa dan intercostal selama inspirasi memperluar rongga torak & menurunkan tekanan intraplueral dari -5cm H2O menjadi -8 cm H2O, hasilnya tekanan alveolar menurun (-3 dan -4cm H2O)
- Dan gradien jalan nafas atas alveolar terbentuk, gas mengalir dari jalan nafas atas ke alveoli. Pada akhir inspirasi tekanan alveolar kembali ke 0. Tekanan transpulmonal yg baru mempertahankan pengembangan paru.
- Selama ekspirasi relaksasi diagframa mengembalikan tekanan intapleural menjadi -5cm H2O, gas mengalir keluar dr alveoli volume paru diisi kembali
Ventilasi Mekanik
- Kebanyakan ventilasi mekanik intermiten menerpkan tekanan jln nafas positif pd jln nafas atas
- Selama inspirasi gas mengalir ke alveoli sampai tekanan alveolar mencapai jln nafas atas
- Selama fase ekspirasi tekanan jln nafas positif diturunkan; gradien dibalikan gas mengalir keluar alveoli.
Efek
Anastesi pada Pola Respirasi
- Efek anastesi pada pernafasan berkaitan degan posisi & bahan anastesi
- Bila pasien posisi terlentang dari posisi berdiri / duduk proporsi nafas dari rongga torak berkurang, lebih dominan pernafasan abdomen.
- Berkaitan dgn bahan yang digunakan, anastesi ringan sering menyebabkan pola nafas ireguler paling sering menahan nafas.
- Nafas menjadi reguler dgn level anastesi yg lebih dalam.
- Induksi pd anastesi sering mengaktifkan otot ekspirator.
- Pada anastesi yang lebih dalam aktifitas otot diturunkan.
MEKANISME
VENTILASI
• Elastic Resistance
• Elastic Resistance
The
elastic recoil dari paru-paru selain berkaitan dengan tingginya serabut
elastin, juga kekuatan tekanan permukaan yang mempengaruhi interface dari
udara-cairan di alveoli.
• Volume
Paru-paru
Kemampuan maksimal untuk dapat
memompa
•
Nonelastic Resistance
Mencakup :
1. Airway Resistance to Gas Flow
2. Tissue Resistance
1. Airway Resistance to Gas Flow
2. Tissue Resistance
ELASTIC
RESISTANCE
• Surface
Tension Forces
Memiliki kecenderungan mengurangi
area interface dan mengempisnya alveolar.
Hukum Laplace dapat digunakan untuk
mengukur kekuatan ini :
• Compliance
Elastic recoil dapat pula diukur
dengan compliance, yang didefinisikan sebagai perubahan dalam volume dibagi
perubahan dalam tekanan distensi.
Jumat, 14 Maret 2014
Pengaruh Penggunaan Minyak Angin Aromaterapi Terhadap
Penurunan Respon Mual Muntah Pada Pasien Pasca Operasi Dengan Tindakan General
Anestesi Di RSUD Dr. Chasan Boesoirie Ternate.
Faisal
A.T Ibrahim1, Wahyu Ratna2, Nunuk Sri Purwanti2
Abstract
Background : The
problem of PONV (Post Operative Nausea And Vomiting) is common in post
operative patients with general anesthesia in the General Hospital Dr. H.
Chasan Boesoirie Ternate, the problem was caused because there was no kind of
drug that can effectively fully control the PONV, combination therapies are
needed to reduce the incidence of PONV.
Objective : This
study aimed to determine the efect of aromatherapy to decrease PONV response in
postoperative patients with general anesthesia action in the central surgical
installation General Hospital Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate.
Methods : This study
used quasi experimental method with one pre post design. Subject were all
patients PONV was surgery with general anesthetic action, that is a total of 37
people consisting of 8 male patients and 29 female patients, aromatherapy is
given by way of as much as 1.5 ml dripped on a piece of gauze and the inhaled
for 60 minute at patients PONV after surgery. The study carried out in December
2013 till January 2014. Tecniques data collection using observation checklist
sheet and data analysis with wilcoxon.
Results : Most
respondents didn’t experience nausea and vomiting thats 30 people (81,1%).
Based on the results of the statistical test wilcoxon p value : 0.000 significant
meaning.
Conclusion : There is
influence of the use of wind aromatherapy oils to decrease respon of PONV in
patients after surgery with general anesthesia in the General Hospital Dr. H.
Chasan Boesoirie Ternate.
Keywords : Aromatherapy , postoperative nausea, vomiting , general anesthesia
Abstrak
Latar belakang : Permasalahan mual
muntah masih sering terjadi pada pasien pasca operasi dengan general anestesi
di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate, permasalahan itu
disebabkan karena tidak ada jenis obat yang secara efektif dapat sepenuhnya
mengontrol mual dan muntah, dibutuhkan terapi kombinasi untuk menekan insiden
mual dan muntah.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh aromaterapi terhadap penurunan respon mual dan muntah pada
pasien pasca operasi dengan tindakan general anestesi di Instalasi Bedah
Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate.
Metode penelitian : Penelitian ini
menggunakan metode kuasi eksperimen dengan rancangan one pre post design. Subjek penelitian adalah seluruh
pasien mual muntah pasca operasi dengan tindakan general anestesi yaitu
sebanyak 37 orang terdiri dari 8 pasien laki – laki dan 29 pasien perempuan, aromaterapi
diberikan dengan cara diteteskan sebanyak 1,5 ml pada selembar kassa kemudian
dihirupkan selama 60 menit pada pasien yang mengalami PONV pasca operasi,
penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013 antara bulan Desember s.d Januari
2014. Tehnik pengumpulan data menggunakan lembar check list observasi dan
analisa datanya dengan wilcoxon.
Hasil penelitian : Setelah dilakukan
pemberian minyak angin aromaterapi, sebagian besar responden tidak mengalami
mual dan muntah yaitu 30 orang (81,1%). Berdasarkan uji statistik hasil
wilcoxon didapatkan nilai p Value : 0,000 yang berarti signifikan.
Kesimpulan : Ada pengaruh
penggunaan minyak angin aromaterapi terhadap penurunan respon mual muntah pada
pasien pasca operasi dengan tindakan general anestesi di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate.
Kata kunci : Aromaterapi, mual muntah pasca
operasi, general anestesi.
1 Student Of Nurse Anesthesia Department of
Health Polytecnic of Ministry of Health In Yogyakarta, Tatabumi St, No3,
Banyuraden, Gamping, Sleman, DIY 55293, Telp/Fax 0274617885, Email reanimasi2012@gmail.com.
2 Lecture of
Nursing Departmen of Health
Polytecnic of Ministry of Health In Yogyakarta,Tatabumi St, No3, Banyuraden,
Gamping, Sleman, DIY 55293, Telp/Fax 0274617885, 55293
|
Sabtu, 09 November 2013
OBAT – OBAT PREMEDIKASI
A. PENDAHULUAN
Dengan kemajuan teknik anestesi sekarang, tujuan utama pemberian
premedikasi tidak hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah
obat-obat yang digunakan, akan tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai
persiapan anestesia.
Kini obat
premedikasi ringan banyak digunakan, agar masa pulih setelah pembedahan
singkat. Selain itu ditekankan agae obat-obat yang digunakan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing pasien oleh karena kebutuhan tiap-tiap pasien berbeda.
B. MAKSUD DAN
TUJUAN PREMEDIKASI
1.Menimbulkan rasa nyaman bagi
pasien
a. menghilangkan rasa khawatir
Kunjungan pra anestesi dan
pemberian simpati serta sedikit pengertian dalam masalah yang dihadapi pasien seringkali membantu
pasien dalam mengatasi rasa sakit dan khawatir dalam menghadapi operasi.
b.memberikan
ketenangan
Sedatif menyebabkan penurunan
aktifitas mental, sehingga imajinasi menjadi tumpul dan reaksi terhadap
rangsangan berkurang. Rasa kantuk
membebaskan rasa takut dan ketegangan emosi.
c. membuat amnesia
Banyak
pasien dalam keadaan sadar pada akhir operasi, aklan tetapi tidak dapat
mengingat kejadian yang baru terjadi. Ada pasien dapat menerima kejadian
sebelum dan sesudah pembedahan tanpa gelisah emosional yang berat. Banyak obat
premedikasi menyebabkan amnesia. Obat yang menyebabkan amnesia yang kuat ialah
hiosin dan diazepam, lebih-lebih bila diberikan bersama-sama atau dengan opiat.
d. memberikan analgesia
Umumnya pasien menunggu operasi bebas dari rasa nyeri dan banyak
pasien mengeluh nyeri pasca bedah. Eckenhoff dan Herlich (1958) membuktikan pasien dengan premedikasi
narkotika kurang mengeluh nyeri pada masa pulih, akan tetaqpi masa pulih lebih
lama.
2.Memudahkan induksi
Pada saat
ini kebutuhan pemberian obat-obatan khusus untuk membuat induksi anestesi menjadi lebih mudah sudah berkurang. Hal ini karena
banyak dipakai induksi intra vena dan penggunaan pelemas otot yang mengurangi
kesulitan khususnya pernafasan serta karena pemakaian uap yang tidak merangsang
seperti halothan. Sebelum induksi inhalasi lebih-lebih pada pasien yang kekar
dan emosional pemberian morfin atau pethidin banyak menguntungkan. Selain itu
disebutkan bahwa narkotika dapat mengurangi takipnu yang sering terjadi selama
anestesi dengan halothan.
3. Mengurangi dosis dan obat
anestesi.
Tujuan premedikasi untuk
mengurangi metabolisme basal (Goedel 1937) sehingga induksi dan pemeliharaan anestesi menjadi lebih mudah dan diperlukan
obat-obatan lebih sedikit sehingga
pasien akan sadar lebih cepat.
4. Menekan refleks yang tidak
diinginkan.
Trauma bedah dapat menyebabkan
bagian tubuh bergerak, bila anestesi tidak memadai. Obat-obat analgetika dapat diberikan sebelum pembedahan,
sehingga anestetika lemah seperti N2O memerlukan sedikit penambahan obat-obat
lain selama anestesi. Misalnya dilatasi sfingter anus dan penarikan testikulus
merupakan penyebab crowing selama anestesi yang dangkal. Trauma pada kulit
dapat menyebabkan perubahan denyut jantung dan tekanan darah.
5. Mengurangi sekresi jalan nafas
Atropin dan hiosin mengurangi sekresi saluran nafas. Hal ini
tampak menguntungkan pada pemakaian eter. Sekresi berlangsung selama anestesi
dan dapat dirangsang oleh tindakan seperti pengisapan atau pemasangan pipa
jalan nafas trakea. Antikolinergik ini digunakan untuk mengurangi sekresi
bronkus sebelum anestesi.
C. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT
1.Usia
Merupakan variabel yang penting dalam kerja
obat. Sesudah usia 40 tahun efek narkotika
dan sedativa meninggi, karena
rasa nyeri berkurang dengan peningkatan usia. Fenomena ini disebabkan oleh
karena penurunan kepekaan terhadap rangsang sensorik dengan pertambahan usia
tidak hanya penurunan persepsi nyeri, tetapi juga penurunan aktifitas refleks
jalan nafas.
2.Suhu
Setiap kenaikan suhu 1 derajat F, laju
metabolisme basal naik sebesar 7 %.
3.Emosi
Merupakan penyebab terbanyak kenaikan
laju metabolisme basal pra anestesia.
Takut dan ketegangan merupakan faktor utama dan keduanya meninggikan kepekaan
terhadap rasa nyeri.
4.Nyeri
Laju metabolisme basal meningkat, oleh karena
rasa nyeri yang sebanding dengan intensitas rasa nyeri.
5.Penyakit
Harus dinilai sehubungan dengan penyakit dan
terapinya. Pada pasien dengan penyakit kronis seperti osteomielitis dengan gizi
jelek morfin lebih mudah toksik, karena hati tidak dapat mengolah morfin dosis
besar. Pada pasien anemia pemakaian opiat atau obat depresan sebaiknya dosis
dikurangi.
D.
WAKTU DAN CARA
PEMBERIAN OBAT
Tergantung kepada cara pemberian obat.
Pemberian obat secara subcutan tidak akan efektif dalam 1 jam, secara IM
minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat dengan waktu
tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara IV. Obat
akan segera efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum akan dimulai dalam
waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi IM, cara subcutan tidak
dianjurkan. Harus diingat semua obat premedikasi bila diberikan secara IV dapat
menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropin dan hiosin. Hal ini dapat
dikurangi dengan pemberian secara berlahan-lahan dan diencerkan.untuk
E.
OBAT-OBATAN
YANG SERING DIGUNAKAN UNTUK PREMEDIKASI
1. SULFAS ATROPINE
(Parasympatholytic
Agent)
Pharmakology
Obat ini
mempunyai efek blokade pada organ-organ yang
disarafi oleh saraf cholinergic post ganglion seperti otot polos,
glandula sekresi. Obat ini adalah parasympatholitic depresant, parasympatewtic
anticholinergic.
Pada mata
menimbulkan paralise dari sphincter iris yang mengakibatkan pupil melebar,
walaupun demikian jika dosis hanya 0,6 mg tidak akan mempengaruhi daya
akomodasi. Kelenjar ludah, bronchial dan keringat dilumpuhkan oleh obat ini,
sedangkan otot-otot bronchial menjadi relax, yang menyebabkan dead space
anatomis dan physiologis sedikit bertambah. Pada penderita dengan temperatur
tinggi, obat ini harus diberikan dengan hati-hati terutama anak-anak.
Pada sistem
sirkulasi, kecepatan denyut jantung pada mulanya kadang-kadang menjadi lebih
lambat, akibat rangsangan meduler (vagal), tetapi efek ini tidak tampak pada
pemberian secara IV dengan dosis klinis. Atropine 1,3 mg yang diberikan secara
subcutan akan menaikkan denyutan nadi sebanyak 20 – 30 kali/menit dan
berlangsung sampai 2 jam. Jika dosis 0,6 mg secara IV diberikan, maka denyut
nadi akan naik sampai 20 kali/menit. Atropine dapat mencegah te3rjadinya
reflex-[reflex yang menimbulkan vagal stimulation, syscope, bradycardi. Dalam
kasus-kasus tachycardia yang hebat, misal pada thyrotoxicosis, hyperpyrexia
atau penyakit jantung, penggunaan atropine sebaiknya dihindari.
Suatu kenyataan telah membuktikan
bahwa:
-
Jika
sebelumnya tidak mendapat pre medikasi atropine, maka jika diberikan atropine
IV dengan dosis 0,5 mg akan terjadi bradicardia. Jika dosis lebih dari 0,5 mg
akan terjadi tachycardia.
-
Jika
penderita telah mendapat premedikasi atropine, maka jika diberikan lagi dosis
secara IV, maka akan terjadi tachycardia walau bagaimanapun kecepatan
penyuntikannya.
-
Obat ini
dikeluarkan melalui ginjal dan sebagian dihancurkan dalam tubuh.
-
Dosis dewasa
0,4 – 0,6 mg.
2. Derivat fenothiazin
Derivat fenothiazin yang banyak di
gunakan untuk premidikasi adalah prometazin. Obat ini pada mulanya di gunakan
sebagai anti histamin.
Kasiat farmakologi
Terhadap saraf
Menimbulkan depresi
saraf pusat, bekerja pada formasioretikularis dan hypothalamus
Menekan pusat muntah
dan mengatur suhu obat Ini berpotensi
dengan sedative lainnya.
Terhadap respirasi
Menyebabkan dilatasi
otot polos saluran nafas dan menghambat sekresi kelenjar.
Terhadap
kardiovaskuler
Menyebabkan
vasodilatasi sehingga dapat memperbaiki
perfusi jaringan
Terhadap saluran
cerna efek lainnya
Menurunkan
peristaltic usus, mencegah spasme dan mengurangi sekresi kelenjar. Efek lainnya
adalah menekan dekresi katekolamin dan sebagai antikholinergik.
Dengan demikian dapat
di simpulkan bahwa kasiat promethazin sebagai obat premedikasi adalah sebagai sedative, antiemetic, antikhonergik,
antihistamin, bronkodilator dan anti pretika.
Cara pemberian dan
dosis
1. Intramuskular
dosis 1 mg/ kgbb di berikan 30- 45 mnt sebelum induksi
2. Intravena,
dengan dosis 0.5 mg/kg bb di berikan 5- 10 menit sebelum induksi
Kemasan dan sifat
Di kemas dalam ampul
2 ml mengandung 50 mg tidak berwarna dan larut dalam air.
3. MORPHINE
Berasal dari bahasa Gerika dari kata mopheus yang artinya dewa
mimpi.
Pharmakologi
Obat yang mendepresi metabolisme secara
langsun, efeknya yang terutama adalah
pada susunan
saraf pusat, sistem pernafasan dan pada usus.
Pada sistem saraf pusat :
Obat ini menyebabkan tidur dan
analgesia. Lebih efektif untuk mengatasi rasa sakit yang terus menerus dan tidak tajam
dibandingkan dengan rasa sakit yang tajam dan selang seling. Analgesia lebih efisien jika obat ini
diberikan sebelum terjadinya serangan rasa sakit dari pada jika sudah terjadi
serangan rasa sakit. Analgesia itu kadang-kadang disertai dengan euphoria. Obat
ini mendepresi pusat pernafasan. Tonus parasimpatis meninggi mungkin karena
efek anticholinestrasi dari morphine. Tekanan cerebrospinalis meninggi karena
bertambahnya aliran darah ke otak akibat kenaikan PCO2.
Pada
sistem pernafasan :
Sensitifitas pusat pernafasan
menurun.kecepatan dan dalamnya pernafasan berkurang. PCO2 dalam arteri dan
alveolus meninggi. Pernafasan dapat menjadi periodik (chyne stokes) atau
irregular (biot). Dapat pula terjadi bronchoconstrictie oleh karena efek
anticholinesterase. Depresi pernafasan yang maksimum terjadi 30 menit setelah
penyuntikan secara IM.
Faktor-faktor yang menambah
depresi pernapasan setelah seseorang mendapat morphine adalah tidur, umur yang
lanjut, pemberian obat-obat lain termasuk barbiturate – anestesi umum – alkohol
– phenothiazine.
Faktor-faktor
yang melawan depresi pernafasan tersebut adalah rasa kasit, keadaan emosi,
tolerasi addictie, obat-obat tertentu
sebagai antagonis seperti nalorphine – naloxone.
Pada
gastrointestinalis :
Morphine menyebabkan spincter
usus menyempit, gerakan lambung menurun, pylorus berkontraksi. Tonus otot pada
usus halus dan usus besar meninggi tapi peristaltiknya menurun. Maka akibatnya
terjadi konstipasi karena usus yang spasme dan diam. Pengaruh morphine pada
saluran makanan ini adalah secara lokal (tidak central).
Atropine dan propantheline
bromide 15 – 30 mg dapat melawan pengaruh ini, sedangkan neostigmin akan
memperkuat pengaruh morphine. Enek-enek dan muntah-muntah terjadi karena
rangsangan pada chemoreceptor medller bukan rangsangan langsung dari muntah.
Muntah-muntah yang terjadi dipengaruhi oleh gerakan tubuh dan posisi penderita,
karena morphine membuat pusat muntah menjadi sensitive terhadap gerakan
vestibulum. Perphenazine (fentazine) adalah antidotum yang baik terhadap nausea
dan muntah-muntah akibat morphine. Obat ini dapat diberikan peroral, rectum
atau injeksi.
Morphine
menyebabkan spincter oddi (pada ductus choledoctus) berkontraksi sehingga
tekanan cairan empedu meninggikarena terhalang pengosongannya. Atropine
mempunyai sedikit antagonis dalam hal ini. Tapinitroglycerine mempunyai
antagonis yang kuat dalam hal ini.
Pada sistem cardiovasculer :
Pada dosis klinis pengaruhnya
tidak begitu besar, kadang-kadang terjadi sedikit menurun nadi dan tekanan
darah terutama jika pemberian IV. Pada penderita morphinis dapat diikuti dengan
collaps vasculer jika ia secara mendadak disuruh berdiri. Terjadi vasodilatasi
terutama dikepala dan leher, pengeluaran keringat meningkat. Morphine
kadang-kadang menimbulkan rasa gatal terutama pada hidung. Kadang menimbulkan reaksi
alergi. Morphine dapat meninggikan kadar gula darah.
Exkresi
Sebagian didetoxifikasi dalam
liver, sebagian besar dikeluarkan melalui ginjal. Obat ini bisa ditemukan dalam
kelenjar susu, ludah dan keringat. Pemberian opium itu dapat menambah aktivitas
SGOT pada beberapa penderita.
Keuntungan (sebagai premedikasi)
1. Menghilangkan ketakutan dan
menimbulkan tenang.
2. Mengurangi jumlah obat anestesi
yang diperlukan.
3. Mencegah terjadinya tachipnoe
4. Menciptakan analgesia.
Kerugian
1. Dapat menimbulkan konstipasi
post-operasi, muntah-muntah dan ileus.
2. Menimbulkan depresi pernapasan,
sehingga dapat menyebabkan respirasi try
arrest jika diikuti dengan pemberian halothane atau cyclopropane.
3. Mempengaruhi ukuran pupil sebagai
tanda dalamnya stadium anestesi.
4. Menimbulkan rasa ketagihan
5. Menghambat resumpsi dari
respirasi spontan.
Perhatian
1. Pada bayi < dari 6 bulan,
orang tua, lemah
2. Pada penderita dengan PCO2
meninggi, addison disease, hypothiroidism,
asthma,TIK meninggi.
3. Pada penderita yang mendapat MAO
inhibitor.
4. Penderita yang akan diberikan
halothane atau cyclopropane dan dengan
Respirasi spontan.
D
o s i s
Harus
didasarkan pada usia, fisiologis dan faktor-faktor yang mempengaqruhi kecepatan
metabolisme3. Dosis sebaiknya tidak melebihi 0,2 mg/kg bb. pemberian morphine sebelum nyeri muncul lebih efektif dibandingkan
bila nyeri tersebut sudah muncul. Jika diperlukan dosis lebih besar dari 15 mg,
sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi. Anak-anak lebih sensitif terhadap
morphine, hal ini karena permeabilitas otak anak lebih besar dibanding orang
dewasa. Aturan umum untuk pemberian morphine pada anak adalah untuk 20 lb
pertama atau tahun pertama usianya diberikan 1 mg, untuk setiap penambahan 10 lb
dosisnya ditambah 1 mg. Secara umum
dosis 0,1 mg / kg bb IM/SC.
KEPUSTAKAAN
1. The
Oxford Handbooks for Medical Auxiliaries “ Anaesthetics “
By : A,B Vaughan M.B, F.F.A.R.C.S
2.
A.
Synopsis of Anaesthesia, Sixth Edition
By : J.Alfred Lee. M.R.C.S., L.RPC.P.
and R.S. Atkinson. M.A., M.B, B.Chir.,
3.
Recent
Advances in Anaesthesia and Analgesia, Tenth Aditiopn.
By : J.D Robertson
4.
Medical
Pharmacology. Principles and Concepts. Second Edition
By : Andres Goth.M.D
5. Buku ajar ilmu Anestesia dan Reanimasi “ dr.
Gde Mangku, Sp.An.KIC, dkk “
Langganan:
Postingan (Atom)