Sabtu, 09 November 2013



OBAT – OBAT  PREMEDIKASI


A.      PENDAHULUAN

Dengan kemajuan teknik anestesi sekarang, tujuan utama pemberian premedikasi tidak hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-obat yang digunakan, akan tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesia.

Kini obat premedikasi ringan banyak digunakan, agar masa pulih setelah pembedahan singkat. Selain itu ditekankan agae obat-obat yang digunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien oleh karena kebutuhan tiap-tiap pasien berbeda.

B.      MAKSUD DAN TUJUAN PREMEDIKASI

1.Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien

   a. menghilangkan rasa khawatir

       Kunjungan pra anestesi dan pemberian simpati serta sedikit pengertian dalam masalah    yang dihadapi pasien seringkali membantu pasien dalam mengatasi rasa sakit dan khawatir dalam menghadapi operasi.

   b.memberikan ketenangan

      Sedatif menyebabkan penurunan aktifitas mental, sehingga imajinasi menjadi tumpul dan reaksi terhadap rangsangan berkurang.  Rasa kantuk membebaskan rasa takut dan ketegangan emosi.

   c. membuat amnesia

      Banyak pasien dalam keadaan sadar pada akhir operasi, aklan tetapi tidak dapat mengingat kejadian yang baru terjadi. Ada pasien dapat menerima kejadian sebelum dan sesudah pembedahan tanpa gelisah emosional yang berat. Banyak obat premedikasi menyebabkan amnesia. Obat yang menyebabkan amnesia yang kuat ialah hiosin dan diazepam, lebih-lebih bila diberikan bersama-sama atau dengan opiat.

   d. memberikan analgesia

       Umumnya pasien menunggu operasi bebas dari rasa nyeri dan banyak pasien mengeluh nyeri pasca bedah. Eckenhoff dan Herlich (1958) membuktikan pasien dengan premedikasi narkotika kurang mengeluh nyeri pada masa pulih, akan tetaqpi masa pulih lebih lama.

2.Memudahkan induksi

Pada saat ini kebutuhan pemberian obat-obatan khusus untuk membuat induksi    anestesi menjadi lebih mudah sudah berkurang. Hal ini karena banyak dipakai induksi intra vena dan penggunaan pelemas otot yang mengurangi kesulitan khususnya pernafasan serta karena pemakaian uap yang tidak merangsang seperti halothan. Sebelum induksi inhalasi lebih-lebih pada pasien yang kekar dan emosional pemberian morfin atau pethidin banyak menguntungkan. Selain itu disebutkan bahwa narkotika dapat mengurangi takipnu yang sering terjadi selama anestesi dengan halothan.

3. Mengurangi dosis dan obat anestesi.

   Tujuan premedikasi untuk mengurangi metabolisme basal (Goedel 1937) sehingga        induksi dan pemeliharaan anestesi menjadi lebih mudah dan diperlukan obat-obatan  lebih sedikit sehingga pasien akan sadar lebih cepat.

4. Menekan refleks yang tidak diinginkan.

   Trauma bedah dapat menyebabkan bagian tubuh bergerak, bila anestesi tidak memadai. Obat-obat analgetika dapat diberikan sebelum pembedahan, sehingga anestetika lemah seperti N2O memerlukan sedikit penambahan obat-obat lain selama anestesi. Misalnya dilatasi sfingter anus dan penarikan testikulus merupakan penyebab crowing selama anestesi yang dangkal. Trauma pada kulit dapat menyebabkan perubahan denyut jantung dan tekanan darah.

5. Mengurangi sekresi jalan nafas

    Atropin dan hiosin mengurangi sekresi saluran nafas. Hal ini tampak menguntungkan pada pemakaian eter. Sekresi berlangsung selama anestesi dan dapat dirangsang oleh tindakan seperti pengisapan atau pemasangan pipa jalan nafas trakea. Antikolinergik ini digunakan untuk mengurangi sekresi bronkus sebelum anestesi.

C.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT

1.Usia 
     
  Merupakan variabel yang penting dalam kerja obat. Sesudah usia 40 tahun efek narkotika  dan sedativa meninggi,  karena rasa nyeri berkurang dengan peningkatan usia. Fenomena ini disebabkan oleh karena penurunan kepekaan terhadap rangsang sensorik dengan pertambahan usia tidak hanya penurunan persepsi nyeri, tetapi juga penurunan aktifitas refleks jalan nafas.
     
2.Suhu

   Setiap kenaikan suhu 1 derajat F, laju metabolisme basal naik sebesar 7 %.

3.Emosi

 Merupakan penyebab terbanyak kenaikan laju  metabolisme basal pra anestesia. Takut dan ketegangan merupakan faktor utama dan keduanya meninggikan kepekaan terhadap rasa nyeri.

4.Nyeri

 Laju metabolisme basal meningkat, oleh karena rasa nyeri yang sebanding dengan   intensitas rasa nyeri.

5.Penyakit

 Harus dinilai sehubungan dengan penyakit dan terapinya. Pada pasien dengan penyakit kronis seperti osteomielitis dengan gizi jelek morfin lebih mudah toksik, karena hati tidak dapat mengolah morfin dosis besar. Pada pasien anemia pemakaian opiat atau obat depresan sebaiknya dosis dikurangi.

D.     WAKTU DAN CARA PEMBERIAN OBAT

Tergantung kepada cara pemberian obat. Pemberian obat secara subcutan tidak akan efektif dalam 1 jam, secara IM minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara IV. Obat akan segera efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum akan dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi IM, cara subcutan tidak dianjurkan. Harus diingat semua obat premedikasi bila diberikan secara IV dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropin dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara berlahan-lahan dan diencerkan.untuk

E.      OBAT-OBATAN YANG SERING DIGUNAKAN UNTUK PREMEDIKASI

1. SULFAS ATROPINE
 (Parasympatholytic Agent)

          Pharmakology
Obat ini mempunyai efek blokade pada organ-organ yang  disarafi oleh saraf cholinergic post ganglion seperti otot polos, glandula sekresi. Obat ini adalah parasympatholitic depresant, parasympatewtic anticholinergic.
Pada mata menimbulkan paralise dari sphincter iris yang mengakibatkan pupil melebar, walaupun demikian jika dosis hanya 0,6 mg tidak akan mempengaruhi daya akomodasi. Kelenjar ludah, bronchial dan keringat dilumpuhkan oleh obat ini, sedangkan otot-otot bronchial menjadi relax, yang menyebabkan dead space anatomis dan physiologis sedikit bertambah. Pada penderita dengan temperatur tinggi, obat ini harus diberikan dengan hati-hati terutama anak-anak.
Pada sistem sirkulasi, kecepatan denyut jantung pada mulanya kadang-kadang menjadi lebih lambat, akibat rangsangan meduler (vagal), tetapi efek ini tidak tampak pada pemberian secara IV dengan dosis klinis. Atropine 1,3 mg yang diberikan secara subcutan akan menaikkan denyutan nadi sebanyak 20 – 30 kali/menit dan berlangsung sampai 2 jam. Jika dosis 0,6 mg secara IV diberikan, maka denyut nadi akan naik sampai 20 kali/menit. Atropine dapat mencegah te3rjadinya reflex-[reflex yang menimbulkan vagal stimulation, syscope, bradycardi. Dalam kasus-kasus tachycardia yang hebat, misal pada thyrotoxicosis, hyperpyrexia atau penyakit jantung, penggunaan atropine sebaiknya dihindari.
         Suatu kenyataan telah membuktikan bahwa:
-          Jika sebelumnya tidak mendapat pre medikasi atropine, maka jika diberikan atropine IV dengan dosis 0,5 mg akan terjadi bradicardia. Jika dosis lebih dari 0,5 mg akan terjadi tachycardia.
-          Jika penderita telah mendapat premedikasi atropine, maka jika diberikan lagi dosis secara IV, maka akan terjadi tachycardia walau bagaimanapun kecepatan penyuntikannya.
-          Obat ini dikeluarkan melalui ginjal dan sebagian dihancurkan dalam tubuh.
-          Dosis dewasa 0,4 – 0,6 mg.

2.  Derivat fenothiazin
      Derivat fenothiazin yang banyak di gunakan untuk premidikasi adalah prometazin. Obat ini pada mulanya di gunakan sebagai anti histamin.
Kasiat farmakologi
Terhadap saraf
Menimbulkan depresi saraf pusat, bekerja pada formasioretikularis dan hypothalamus
Menekan pusat muntah dan mengatur suhu obat  Ini berpotensi dengan sedative lainnya.
Terhadap respirasi
Menyebabkan dilatasi otot polos saluran nafas dan menghambat sekresi kelenjar.
Terhadap kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi  sehingga dapat memperbaiki perfusi jaringan
Terhadap saluran cerna efek lainnya
Menurunkan peristaltic usus, mencegah spasme dan mengurangi sekresi kelenjar. Efek lainnya adalah menekan dekresi katekolamin dan sebagai antikholinergik.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa kasiat promethazin sebagai obat premedikasi  adalah sebagai  sedative, antiemetic, antikhonergik, antihistamin, bronkodilator dan anti pretika.
Cara pemberian dan dosis
  1.   Intramuskular dosis 1 mg/ kgbb di berikan 30- 45 mnt sebelum induksi
  2.   Intravena, dengan dosis 0.5 mg/kg bb di berikan 5- 10 menit sebelum induksi
Kemasan dan sifat
Di kemas dalam ampul 2 ml mengandung 50 mg tidak berwarna dan larut dalam air.

3. MORPHINE
          Berasal dari bahasa Gerika dari kata mopheus yang artinya dewa mimpi.
          Pharmakologi
          Obat yang mendepresi metabolisme secara langsun, efeknya yang terutama adalah    
          pada susunan saraf pusat, sistem pernafasan dan pada usus.

          Pada sistem saraf pusat :
Obat ini menyebabkan tidur dan analgesia. Lebih efektif untuk mengatasi rasa sakit  yang terus menerus dan tidak tajam dibandingkan dengan rasa sakit yang tajam dan selang seling.  Analgesia lebih efisien jika obat ini diberikan sebelum terjadinya serangan rasa sakit dari pada jika sudah terjadi serangan rasa sakit. Analgesia itu kadang-kadang disertai dengan euphoria. Obat ini mendepresi pusat pernafasan. Tonus parasimpatis meninggi mungkin karena efek anticholinestrasi dari morphine. Tekanan cerebrospinalis meninggi karena bertambahnya aliran darah ke otak akibat kenaikan PCO2.

 Pada sistem pernafasan :
Sensitifitas pusat pernafasan menurun.kecepatan dan dalamnya pernafasan berkurang. PCO2 dalam arteri dan alveolus meninggi. Pernafasan dapat menjadi periodik (chyne stokes) atau irregular (biot). Dapat pula terjadi bronchoconstrictie oleh karena efek anticholinesterase. Depresi pernafasan yang maksimum terjadi 30 menit setelah penyuntikan secara IM.
Faktor-faktor yang menambah depresi pernapasan setelah seseorang mendapat morphine adalah tidur, umur yang lanjut, pemberian obat-obat lain termasuk barbiturate – anestesi umum – alkohol – phenothiazine.
Faktor-faktor yang melawan depresi pernafasan tersebut adalah rasa kasit, keadaan emosi, tolerasi addictie,  obat-obat tertentu sebagai antagonis seperti nalorphine – naloxone.

Pada gastrointestinalis :
Morphine menyebabkan spincter usus menyempit, gerakan lambung menurun, pylorus berkontraksi. Tonus otot pada usus halus dan usus besar meninggi tapi peristaltiknya menurun. Maka akibatnya terjadi konstipasi karena usus yang spasme dan diam. Pengaruh morphine pada saluran makanan ini adalah secara lokal (tidak central).
Atropine dan propantheline bromide 15 – 30 mg dapat melawan pengaruh ini, sedangkan neostigmin akan memperkuat pengaruh morphine. Enek-enek dan muntah-muntah terjadi karena rangsangan pada chemoreceptor medller bukan rangsangan langsung dari muntah. Muntah-muntah yang terjadi dipengaruhi oleh gerakan tubuh dan posisi penderita, karena morphine membuat pusat muntah menjadi sensitive terhadap gerakan vestibulum. Perphenazine (fentazine) adalah antidotum yang baik terhadap nausea dan muntah-muntah akibat morphine. Obat ini dapat diberikan peroral, rectum atau injeksi.

Morphine menyebabkan spincter oddi (pada ductus choledoctus) berkontraksi sehingga tekanan cairan empedu meninggikarena terhalang pengosongannya. Atropine mempunyai sedikit antagonis dalam hal ini. Tapinitroglycerine mempunyai antagonis yang kuat dalam hal ini.

 Pada sistem cardiovasculer :
Pada dosis klinis pengaruhnya tidak begitu besar, kadang-kadang terjadi sedikit menurun nadi dan tekanan darah terutama jika pemberian IV. Pada penderita morphinis dapat diikuti dengan collaps vasculer jika ia secara mendadak disuruh berdiri. Terjadi vasodilatasi terutama dikepala dan leher, pengeluaran keringat meningkat. Morphine kadang-kadang menimbulkan rasa gatal terutama pada hidung. Kadang menimbulkan reaksi alergi. Morphine dapat meninggikan kadar gula darah.

Exkresi
Sebagian didetoxifikasi dalam liver, sebagian besar dikeluarkan melalui ginjal. Obat ini bisa ditemukan dalam kelenjar susu, ludah dan keringat. Pemberian opium itu dapat menambah aktivitas SGOT pada beberapa penderita.

Keuntungan (sebagai premedikasi)
1. Menghilangkan ketakutan dan menimbulkan tenang.
2. Mengurangi jumlah obat anestesi yang diperlukan.
3. Mencegah terjadinya tachipnoe
4. Menciptakan analgesia.

Kerugian
1. Dapat menimbulkan konstipasi post-operasi, muntah-muntah dan ileus.
2. Menimbulkan depresi pernapasan, sehingga dapat menyebabkan respirasi try   
    arrest jika diikuti dengan pemberian halothane atau cyclopropane.
3. Mempengaruhi ukuran pupil sebagai tanda dalamnya stadium anestesi.
4. Menimbulkan rasa ketagihan
5. Menghambat resumpsi dari respirasi spontan.

Perhatian
1. Pada bayi < dari 6 bulan, orang tua, lemah
2. Pada penderita dengan PCO2 meninggi, addison disease, hypothiroidism,  
    asthma,TIK meninggi.
3. Pada penderita yang mendapat MAO inhibitor.
4. Penderita yang akan diberikan halothane atau cyclopropane dan dengan
    Respirasi spontan.

 D o s i s
Harus didasarkan pada usia, fisiologis dan faktor-faktor yang mempengaqruhi kecepatan metabolisme3. Dosis sebaiknya tidak melebihi 0,2 mg/kg bb. pemberian morphine sebelum nyeri muncul lebih efektif dibandingkan bila nyeri tersebut sudah muncul. Jika diperlukan dosis lebih besar dari 15 mg, sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi. Anak-anak lebih sensitif terhadap morphine, hal ini karena permeabilitas otak anak lebih besar dibanding orang dewasa. Aturan umum untuk pemberian morphine pada anak adalah untuk 20 lb pertama atau tahun pertama usianya diberikan 1 mg, untuk setiap penambahan 10 lb dosisnya ditambah 1 mg. Secara umum dosis 0,1 mg / kg bb IM/SC.



KEPUSTAKAAN


1.     The Oxford Handbooks for Medical Auxiliaries “ Anaesthetics “
By : A,B Vaughan M.B, F.F.A.R.C.S

2.      A. Synopsis of Anaesthesia, Sixth Edition
By : J.Alfred Lee. M.R.C.S., L.RPC.P. and R.S. Atkinson. M.A., M.B, B.Chir.,

3.      Recent Advances in Anaesthesia and Analgesia, Tenth Aditiopn.
By : J.D Robertson

4.      Medical Pharmacology. Principles and Concepts. Second Edition
By : Andres Goth.M.D

5.   Buku ajar ilmu Anestesia dan Reanimasi “ dr. Gde Mangku, Sp.An.KIC, dkk “