Jumat, 12 April 2013

Fisiologi maternal dan fetus dan anestesi

Fisiologi maternal dan fetus dan anestesi konsep utama Minimal alveolar concentration (MAC) menurun secara progresif pada kehamilan sampai 40% untuk semua agen general anestesi ; MAC kembali normal pada hari ketiga setelah melahirkan. Pasien dengan kehamilan menunjukkan peningkatan sensitifitas terhadap obat anestesi lokal pada anestesi regional; dosis dapat diturunkan sampai 30%. Obstruksi pada vena cava inferior karena pembesaran uterus menyebabkan distensi pleksus vena epidural dan meningkatkan risiko injeksi intravaskuler pada anestesi epidural. Kurang lebih 20% wanita hamil mengalami sindrom supine hypotension, yang ditandai dengan adanya hipotensi yang disertai dengan pucat, berkeringat, atau mual dan muntah. Penurunan motilitas gaster dan tekanan sfingter gastroesofagal,serta adanya hipersekresi asam lambung menimbulkan risiko tinggi terhadap regurgitasi dan aspirasi pulmonal. Efedrin, yang memiliki aktivitas predominan β-adrenergik, telah dipertimbangkan sebagai vasopressor pilihan untuk hipotensi pada kehamilan. Tetapi, beberapa studi klinis menunjukkan bahwa agonis α-adrenergik seperti fenilefrin dan metaraminol juga sama efektifnya untuk penanganan hipotensi pada pasien hamil dan lebih sedikit menimbulkan asidosis pada bayi daripada efedrin. Obat anestesi inhalasi yang volatil menurunkan tekanan darah, dan potensial menimbulkan aliran darah uteroplasental. Dengan konsentrasi kurang dari 1 MAC, afeknya secara umum adalah kecil, yaitu adanya relaksasi uterus (tergantung dosis yang diberikan) dan sedikit penurunan aliran darah ke uterus. Tekanan terbesar pada jantung muncul segera setelah proses melahirkan, saat kontraksi uterus dan involusi secara tiba-tiba membebaskan obstruksi terhadap vena cava inferior dan meningkatkan cardiac output sebesar 80% dari nilai sebelum melahirkan. Teknik terbaru menggunakan kombinasi yang sangat encer antara anestesi lokal (seperti bupivacaine 0.125% atau kurang) dan opioid ( seperti fentanyl 5ug/mL atau kurang) untuk anestesi epidural dan kombinasi spinal-epidural (CSE) ternyata tidak memperpanjang durasi partus atau meningkatkan kecenderungan sectio caesaria. Karena proses pematangan paru-paru terjadi setelah perkembangan janin, kehamilan ekstra uterin tidak mungkin berkembang setelah 24-25 minggu masa gestasi, saat kapiler paru-paru terbentuk dan berkembang di dekat epitel alveolar imatur. FISIOLOGI MATERNAL DAN JANIN DAN ANESTESI : PENDAHULUAN Kehamilan menimbulkan perubahan fisiologi yang besar yang dapat meningkatkan respon normal terhadap anestesi. Penanganan anestesi pada pasien hamil adalah unik, karena penanganan dilakukan pada dua pasien dalam waktu bersamaan, yaitu ibu dan bayinya. Kesalahan dalam penangannya dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Bab ini menguraikan perubahan fisiologi normal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Diuraikan juga tentang fisiologi uteroplasental serta responnya terhadap anestesia umum. Uraian ini sebagian besar dipakai sebagai dasar untuk praktek anestesi pada kehamilan dan persalinan (lihat bab 43). Selanjutnya, perawatan neonatus diruang obstetri atau ICU memerlukan pemahaman terhadap transisi fisiologis dari fetus ke neonatus. PERUBAHAN FISIOLOGIS SAAT KEHAMILAN Kehamilan secara nyata mempengaruhi semua sistem organ (tabel 42-1). Banyak diantara perubahan fisiologis tersebut bersifat adaptif dan berguna bagi ibu dalam mentoleransi stress akibat kehamilan, masa inpartu, dan persalinan. Perubahan lain tidak jelas manfaatnya tetapi tetap memerluka pertimbangan khusus dalam penanganan parturien (ibu hamil). Table 42–1. Average Maximum Physiological Changes Associated with Pregnancy.1 Parameter Change Neurological      MAC –40% Respiratory      Oxygen consumption +20 to 50%   Airway resistance –35%   FRC –20%   Minute ventilation +50%   Tidal volume +40%   Respiratory rate +15%   PaO2  +10%   PaCO2  –15%   HCO3  –15% Cardiovascular      Blood volume +35%   Plasma volume +45%   Cardiac output +40%   Stroke volume +30%   Heart rate +20%   Systolic blood pressure –5%   Diastolic blood pressure –15%   Peripheral resistance –15%   Pulmonary resistance –30% Hematologic      Hemoglobin –20%   Platelets –10%   Clotting factors2  +30 to 250% Renal      GFR +50% 1MAC, minimum alveolar concentration; FRC, functional residual capacity; GFR, glomerular filtration rate. 2Varies with each factor. Efek terhadap susunan saraf pusat Minimal alveolar concentration (MAC) menurun secara progresif pada kehamilan sampai 40% untuk semua agen general anestesi ; MAC kembali normal pada hari ketiga setelah melahirkan. Didapatkan adanya perubahan hormon ibu dan kadar opioid endogen. Progesteron,yang memberi efek sedasi jiika diberikan pada dosis farmakologis,meningkat hingga 20 kali lipat kadar normal dan diduga merupakan penyebab dari perubahan tersebut. Lonjakan kadar β-endorfin saat proses inpartu dan persalinan juga memegang peranan penting. Pasien dengan kehamilan menunjukkan peningkatan sensitifitas terhadap obat anestesi lokal pada anestesi regional; dosis dapat diturunkan sampai 30%. Fenomena ini bisa disebabkan oleh faktor hormonal,tetapi bisa juga berhubungan dengan pelebaran pleksus vena epidural. Blok saraf muncul pada konsentrasi yang lebih rendah pada anestesi lokal. The minimum local analgesic concentration (MLAC) digunakan dalam obstetri untuk membandingkan potensi relatif anestesi lokal dan pengaruh aditif ; MLAC dijelaskan sebagai median konsentrasi efektif analgesik (EC50) dalam 20 mL volume anestesia epidural pada tahap satu persalinan. Berlawanan dengan studi terdahulu, data terbaru menunjukkan bahwa kehamilan tidak meningkatkan sukseptibilitas terhadap toksisitas anestesi lokal. Obstruksi vena cava inferior oleh pembesaran uterus menyebabkan distensi pleksus vena epidural dan meningkatkan volume darah epidural. Hal ini menimbulkan 3 efek yang utama: (1) penurunan volume LCS spinal, (2) menurunkan volume ruang potensial epidural, (3) meningkatkan tekanan ruang epidural. Dua efek yang pertama meningkatkan penyebaran cairan obat anestesi lokal ke arah cephal pada anestesi spinal dan epidural, sedangkan efek yang terakhir menyebabkan peningkatan insiden dural puncture dengan anestesi epidural (lihat bab 16). Mengejan pada persalinan akan meningkatkan semua efek tersebut. Tekanan positif epidural ditemukan pada parturien dan mempersulit identifikasi ruang epidural tanpa dural puncture. Pelebaran vena-vena epidural juga meningkatkan kesalahan penempatan kateter epidural ke dalam vena, sehingga menyebabkan injeksi intravena (lihat bab 16). Efek pada pernafasan Konsumsi oksigen dan minute ventilation meningkat secra progresif pada kehamilan. Baik tidal volume maupun respiratory rate meningkat. Dalam kehamilan, konsumsi oksigen meningkat 20-50% dan minute ventilation meningkat hingga 50%. PaCO2 turun hingga 28-32 mmHg; alkalosis respiratorik yang secara signifikan dicegah dengan penurunan kadar bikarbonat dalam plasma. Hiperventilasi dapat juga sedikit meningkatkan PaO2. Peningkatan kadar 2,3- diphosphoglycerate mengimbangi efek dari hiperventilasi pada afinitas hemoglobin terhadap oksigen (lihat bab 22). P-50 untuk hemoglobin meningkat dari 27 sampai 30 mmHg; kombinas lebih lanjut dengan peningkatan cardiac output (lihat bahasan tentang Cardiovascular Effect di bawah) meningkatkan peredaran oksigen ke jaringan. Alur respirasi maternal berubah sejalan dengan pembesaran uterus. Pada trimester ke tiga,elevasi diafragma dikompansasi dengan penambahan diameter anteroposterior dada; sehingga pergerakan diafragma tidak terbatas. Pernafasan torakal lebih dominan daripada pernafasan abdominal. Vital capacity dan closing capasity terpengaruh secara minimal, tetapi functional residual capasity (FRC) turun hingga 20%; FRC kembali normal 48 jam setelah persalinan. Penurunan ini secara prinsip karena adanya penurunan expiratory reserve volume sebagai hasil lebih besar dari volume tidal (lihat bab 22). Lingkaran flow-volume tidak terpengaruh, dan resistensi jalan nafas turun. Dead space fisiologis berkurang tetapi shunting intrapulmoner meningkat. Gambaran X-foto dada sering menunjukkan gambaran corakan vaskuler yang menonjol terkait dengan peningkatan volume darah pulmoner dan elevasi diafragma. Vasodilatasi pulmoner mencegah peningkatan tekanan pulmoner. Kombinasi penurunan FRC dan peningkatan konsumsi oksigen menyebabkan desaturasi oksigen yang cepat pada periode apneu (lihat bab 22). Preoksigenasi pada induksi general anestesi wajib dilakukan untuk menghindari hipoksemia pada pasien hamil. Closing volume melebihi FRC sampai 50% pada semua wanita hamil saat posisi supinasi.pada kondisi tersebut, akan timbul atelektasis dan hipoksemia. Parturien seharusnya tidak berbaring terlentang sempurna tanpa oksigen tambahan. Penurunan FRC disertai dengan peningkatan minute ventilation meningkatkan uptake semua agen anestesi inhalasi. Penurunan pada dead space mempersempit gradien CO2 pada arterial end-tidal. Pelebaran kapiler pada mukosa jalan nafas pada kehamilan merupakan predisposisi trauma pada jalan nafas atas, perdarahan, dan obstruksi. Pada general anestesi, harus dilakukan laringoskopi dengan hati-hati dan penggunaan endotrachel tube yang lebih kecil (6-6,5). Efek Kardiovaskuler Cardiac output dan volume darah meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme maternal dan janin. Peningkatan (45%) volume plasma yang berlebih daripada produksi sel darah merah menimbulkan adanya anemi dilusional dan menurunkan viskositas darah. Konsentrasi hemoglobin biasanya dipertahankan di atas 11 g/dL. Sehubungan dengan peredaran oksigen ke jaringan, penurunan kadar hemoglobin diimbangi dengan peningkatan cardiac output dan pergeseran kurve disosiasi hemoglobin ke kanan (lihat bagian Efek Respiratori). Penurunan pada tahanan vaskuler sistemik pda ada trimester ke dua menurunkan tekanan darah diastolik dan sedikit menurunkan sistolik. Respon terhadap agen adrenergik dan vasokonstriktor tidak jelas. Sementara, volume darah meningkat 1000-1500 mL pada kebanyakan wanita, sehingga mudah terjadi toleransi terhadap kehilangan darah pada saat melahirkan; total volume darah mencapai 90mL/kg. jumlah perdarahan pada partus per vaginam adalah 400-500 mL, dibandingkan dengan perdarahan jika menjalani sectio caesaria sebanyak 800-1000 mL. volume darah baru kembali normal 1-2 minggu setelah melahirkan. Peningkatan cardiac output (40%) karena adanya peningkatan heart rate (15-20%) serta peningkatan stroke volume (30%). Bilik jantung akan membesar, dan hipertrofi myocardial sering terlihat pada gambaran echocardiografi. Tekanan pada arteri pulmonal, vena sentral, dan tahanan arteri pulmonary tidak berubah. Efek ini terjadi pada trimester pertama dan kedua. Pada trimester ke tiga, cardiac output tidak meningkat secara bermakna,kecuali saat inpartu. Peningkatan cardiac output terbesar terjadi pada saat inpartu dan segera setelah melahirkan (lihat bagian Effect of Labor on Maternal Physiology). Cardiac output biasanya belum kembali normal sampai 2 minggu setelah melahirkan. Penurunan cardiac output timbul pada posisi supinasi setelah umur kehamilan 28 minggu (beberapa penulis menyebutkan lebih awal). Penurunan tersebut merupakan pengaruh sekunder terhadap adanya hambatan venous return ke jantung karena pembesaran uterus menekan vena cava inferior. Kurang lebih 20% wanita hamil mengalami sindrom supine hypotension, yang ditandai dengan adanya hipotensi yang disertai dengan pucat, berkeringat, atau mual dan muntah. Sindrom ini ternyata diakibatkan oleh adanya sumbatan total-atau hampir total pada vena cava inferior oleh uterus. Dengan mengembalikan posisi pasien ke samping akan memulihkan venous return dari organ tubuh bagian bawah dan segera mengkoreksi hipotensi. Posisi Trendelenburg dapat memicu terjadinya caval compression. Uterus juga dapat menekan aorta pada wanita hamil dalam posisi supinasi. Efek yang timbul adalah penurunan aliran darah ke ekstremitas inferior, dan lebih penting lagi, sirkulasi uteroplasental. Kontraksi uterus dapat membebaskan caval compression, tetapi dapat menimbulkan aortic compression. Kompresi aortocaval adalah penyebab penting fetal distress,tetapi dapat dicegah. Kombinasi dari hipotensi sistemik (karena penurunan venous return), peningkatan uterine venous pressure, dan hipoperfusi arteri uterina sangat mempenngaruhi aliran darah plasenta dan intra uterin. Jika bergabung dengan efek hipotensi dari anestesi regional atau general, kompresi aortocaval dpat menimbulkan asfiksia janin. Wanita hamil dengan umur kehamilan 28 minggu atau lebih sebaiknya tidak diposisikan supinasi tanpa kemiringan ke kiri. Manuver ini biasanya dilakukan dengan disertai pemberian ganjal (>15°) di bawah pinggul kanan. Obstruksi vena cava parsial pada trimester ketiga merupakan predisposisi terjadinya venous statis, phlebitis, dan edema pada ekstremitas inferior. Selanjutnya, kompresi pada vena cava di bawah diafragma menyebabkan distensi dan peningkatan aliran darah melalui vena colateralnya, yaitu pleksus vena paravertebral (termasuk vena epidural) dan dinding abdomen dalam derajat ringan. Elevasi diafragma mendesak posisi jantung dalam rongga dada, menimbulkan gambaran pembesaran jantung pada x-foto thoraks serta deviasi axis ke kiri dan perubahan gelombang T pada EKG. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan murmur pada ejeksi sistolik (grade I atau II) dan splitting pada suara jantung I (S1); kadang terdengar suara jantung III (S3). Beberapa pasien juga mengalami efusi perikardial asimptomatik. Efek pada ginjal Vasodilatasi renal meningkatkan aliran darah ginjal pada kehamilan, tetapi ada sistem autoregulasi. Ginjal biasanya akan membesar. Peningkatan renin dan aldosteron menyebabkan retensi Natrium. Aliran plasma ginjal serta kecepatan filtrasi glomerulus meningkat sampai 50% pada trimester pertama; filtrasi glomerulus turun hingga normal pada trimester ketiga. Serum kreatinin dan blood urea nitrogen dapat turun sampai 0,5-0,6 mg/dL dan 8-9 mg/dL. Penurunan ambang tubulus terhadap glukosa dan asam amino umum terjadi, dan menimbulkan glukosuria ringan (1-10g/d) atau proteinuria (<300 mg/d). Osmolalitas plasma turun 8-10 Osm/kg. Efek Gastrointestinal Refluks gastroesofagal dan esofagitis umum terjadi pada kehamilan. Pergeseran ke atas dan ke depan pada lambung oleh uterus menimbulkan inkompetensi sfingter gastroesofagal. Peningkatan kadar progesteron menurunkan tegangan sfingter esofagal, sedangkan sekresi gastrin plasenta menyebabkan hipersekresi asam lambung. Faktor tersebut menyebabkan risiko terjadinya regurgitasi dan aspirasi pulmonal. Tekanan dalam lambung tidak berubah.beberapa studi menyebutkan bahwa pengosongan lambung normal sampai pada inpartu. Hampir semua wanita hamil memiliki pH lambung di bawah 2,5 dan lebih dari 60% memiliki volume lammbung lebih besar dari 25 mL. Keedua faktor telah dikaitkan dengan peningkatan risiko pneumonitis aspirasi berat. Opioid dan antikolinergik menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah, yang dapat merangsang timbulnya refluks gastroesofagal,dan pengosongan lambung yang lambat. Efek fisiologis tersebut, bersama dengan pencernaan makanan sebelum inpartu dan penundaan pengosongan lambung dihubungkan dengan kesakitan saat inpartu, menyebabkan ibu hamil mengalami mual dan muntah. Efek Pada Hepar Secara keseluruhan, fungsi hepar dan aliran darahnya tidak berubah; dapat terjadi peningkatan ringan pada kadar serum transaminase dan lactic dehidrogenase pada trimester ketiga. Peningkatan alkali fosfatase serum karena sekresinya oleh plasenta (lihat bab 34). Penurunan ringan albumin serum karena peningkatan volume plasma; menimbulkan penurunan tekanan onkotik koloid. Penurunan aktivitas pseudocholinesterase serum sebesar 25-30% juga muncul tetapi jarang menimbulkan prolong aktivitas suksinil kolin yang signifikan. Penguraian micavarium dan anestesi lokal tipe esterjuga tidak jelas meningkat. Aktivitas pseudokolinesterase mungkin tidak akan kembali normal hingga 6 minggu postpartum. Kadar progesteron yang tinggi dapat mengahambat pelepasan kolesistokinin, menyebabkan gangguan pengosongan kandung kemih. Selanjutnya, bersama dengan adanya peningkatan komposisi asam empedu, dapat memicu timbulnya batu kolesterol empedu pada kehamilan. Efek Hematologi Kehamilan dihubungkan dengan keadaan hiperkoagulasi, yang menguntungkan dalam membatasi perdarahan saat proses melahirkan. Kadar fibrinogen, dan faktor VII, VIII, IX,X meningkat; hanya faktor XI yang mungkin turun . Fibrinolisis terakselerasi dapat terjadi pada akhir trimester ketiga. Selain anemia dilusional (lihat bagian Efek Kardiovaskuler), terjadi peningkatan jumlah lekosit (sampai 21.000/uL), serta penurunan jumlah trombosit 10% dapatv terjadi pada trimester ketiga. Karena adanya kebutuhan janin, anemia defisiensi besi dan folat dapat timbul jika tidak mengkonsumsi suplemen. Imunitas cell-mediated menurun dan dapat menyebabkan kerentanan terhadap infeksi virus. Efek Metabolik Adanya kompleks metabolik dan perubahan hormonal dalam kehamilan. Peningkatan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin. Perubahan tersebut menimbulkan rasa lapar, karena kadar glukosa dan asam amino dalam darah rendah, sementara kadar asam lemak bebas, keton, dan trigliserid tinggi. Kehamilan juga disebut sebagai kondisi diabetogenik; kadar insulin biasanya meningkat pada kehamilan. Sekresi human placental lactogen, yang disebut juga human chorionic somatotropin, keningkinan bertanggung jawab terhadap resistensi insulin relatif yang berhubungan dengan kehamilan. Hiperplasi sel B pankreas muncul sebagai respon peningkatan kebutuhan terhadap sekresi insulin. Sekresi human chorionic gonadotropin dan peningkatan kadar estrogen menyebabkan hipertrofi kelenjar tiroid dan meningkatkan thyroid-binding globulin; walau kadar T4 dan T3 meningkat, free T4, free T3, dan thyrotopin (thyroid stimulating hormone) tetap normal. Kadar Kalsium serum turun, tetapi kadar kalsium terionisasi normal. Efek Muskuloskeletal Peningkatan relaxin pada kehamilan membantu mempersiapkan persalinan dengan melembutkan cervix, mencegah kontraksi uterus, dan merelakskan simfisis pubis dan sendi panggul. Kelenturan ligamen pada tulang belakang dapat meningkatkan risiko cedera tulang belakang. Selanjutnya dapat juga menimbulkan tingginya insiden back pain pada kehamilan. SIRKULASI UTEROPLASENTA Sirkulasi uteroplasenta yang normal (gambar 42-1) sangat memberi pengaruh kritis pada perkembangan dan mempertahankan kesehatan fetus. Insufisiensi uteroplasenta adalah penyebab penting dari ratardasi pertumbuhan fetus intrauterin dan jika berat dapat menyebabkan pertumbuhan fetus yang tidak total. Integritas dari sirkulasi adalah tergantung pada aliran darah uterin yang adekuat dan fungsi plasenta yang normal. Figure 42–1. The uteroplacental circulation. (Modified and reproduced, with permission, from Schnider S, Levinson G: Anesthesia for Obstetrics, 2nd ed. Williams & Wilkins, 1987.) Aliran Darah Uterin Pada aterm, aliran darah uterin memberikan sekitar 10% kardik output, atau sekitar 600-700 ml/menit (bandingkan dengan 50 ml/menit pada uterus yang tidak hamil). 8% dari aliran darah uteri secara normal menyupali plasenta; yang menuju ke miometrium. Kehamilan akan menyebabkan dilatasi maksimal dari pembuluh darah uterus, sehingga ketika tidak ada system autoregulasi, namun tetap sensitive terhadap agonis adrenalin. Aliran darah uterin biasanya tidak terpengaruh secara bermakan oleh tekanan gas respirasi, namun hipokapnia yang ekstrem (PaCO2 < 20mmHg) dapat mengurangi aliran darah uterin danmenyebabkan hipoksemia dan asidosisi fetus. Aliran darah secara langsung memilki perbedaan proporsi antara tekanan arteri dan vena uterus tetapi secara terbalik proporsi terhadap resistensi vascular uterin. Walaupun tidak lama control saraf appreciable, vascular uterus memilki reseptor α-adrenergik dan kemungkinan β-adrenergik. Tiga faktor utama yang dapat menurunkan aliran darah selama kehamilan: (1)hipotensi, (2)vasokonstriksi, dan (3) kontraksi uterus. Penyebab utama hipotensi selama kehamilan meliputi kompresi aortocaval, hipovolemia, dan blok simpatis yang mengikuti anestesi regional. Stess akan mengindukasi pelepasan katekolamin endogen (aktivasi simpatoadrenal) selama persalinan mnyebabkan vasokontriksi arteri uterus. Obat apapun dengan efek aktivitas α-adrenergik (contoh phenulephrine) sangat potensial dalam menurunkan aliran darah uterus melalui kontriksi. Efesrin, yang mana secara dominan efek aktivitas β-adrenergik, telah dipikirkan sebagai pilihan vasopreso untuk hipotensi selama kehamilan. Bagaimanapun, studi klinis menyarankan bahwa agonis α-adrenergik seperti phenylephrine dan metaraminol efektif untuk mengatasu keadaan hipotensi pada pasien hamil dan sedikit berhubungan dengan keadaan asidosis fetus dibandingkan dengan efesrin. Secara berlawanan, keadaan hipertensi seringkali berhubungan dengan penurunan aliran darah fetus karena vasokonstriksi secara umum. Kontraksi uterus menurunkan aliran darah dengan meningkatkan tekanan vena uterus dan, ketika intens, mengkompresi pembuluh arteri yang menuju uterus. Kontraksi hipertonik selama persalinan atau selama infus oksitosin dapat compromise aliran darah uterus. Fungsi Plasenta Fetus tergantung kepada plasenta untuk pertukaran gas respirasi, nutrisi, dan eliminasi zat sisa. Plasenta dibentuk baik oleh kedua jaringan ibu dan fetus dan membawa supali darah dari masing-masing. Membrane untuk fungsi pertukaran memiliki area fungsi sekitar 1.8 m2. ANATOMI FISIOLOGI Plasenta (gambar 42-2) dibentuk dari prijeksi jaringan fetus (villi) yang terbentang ruang vascular maternal ) ruang intervillous. Sebagai hasil dari pengaturan ini, kaplier fetus didalam villi siap melakukan pertukaran zat dengan aliran darah ibu. Darah maternal dalam ruang intervllous dibawa dari cabang spiral arteri uterus dan mengalir menuju vena uterus. Darah fetus dalam villi dibawa dari korda umbilicus melalui dua arteri umbilicus dan mengalir kembali ke fetus melalui vena umbilicus yang tunggal Figure 42–2. The placenta. PERTUKARAN PLASENTA Pertukaran plasenta dapat terjadi melalui satu dari lima mekanisme : Difusi Gas dan ion-ion respirasi dibawa melalui difusi. Kebanyakan obat-obatan yang digunakan dalam anestesi memiliki berat molekul dibawah 1000 dan dapat berdifusi melewati plasenta. Aliran bulk Air dapat lewat melalui aliran bulk. Transportasi aktif Asam amino, vitamin dan beberapa ion (kalsium dan besi) menggunakan mekanisme tersebut. Pinositosis Molekul besar, seperti immunoglobulin, dibawa melalui mekanisme pinositosis. Pemecahan Pemecahan pada membran plasenta dan pencampuran darah maternal dan fetus kemungkinan besar bertanggung jawab untuk sensitisasi Rh (lihat bab 29). Pertukaran Gas Respirasi Semua bahan ditukar melewati plasenta, oksigen memilki rasio penyimpanan sampai penggunaan yang paling rendah. Pada waktunya, konsumsi oksigen fetus sekitar 21 ml/menit, pada akhirnya penyimpanan oksigen fetus secara normal diperkirakan menjadi hanya 42ml. Untungnya, karena mekanisme adaptasi yang multiple, fetus normal pada waktunya dapat menyelamatkan 10 menit atau lebih daripada 2 menit yang diharapkan pada deprivasi oksigen total. Kehilangan oksigen sebagian atau total dapat terjadi dari kompresi umbilicus, prolaps korda umbilical, penghentian plasenta, hipoksemia maternal berat, atau hipotensi. Mekanisme kompensasi meliputi redistribusi aliran darah fetus secara primer ke otak, jantung, plasenta, dan kelenjar adrenal; penurunan konsumsi oksigen; dan metabolism anaerob. Transfer oksigen lewat plasenta tergantung pada rasio aliran darah uterus maternal ke liran darah umbilicus fetus. Penelitian pada binatang menjelaskan bahwa penyimpanan untuk transfer oksigen adalah sedikit walaupun pada kehamilan yang normal. Darah fetus kaya oksigen dari plasenta memiliki PaCO2 hanya 40 mmHg. Untuk menambah transfer oksigen, kurva disosiasi oksigen hemoglobin fetus bergeser kekiri sehingga hemoglobin fetus memiliki afinitas ke oksigen yang lebih besardibandingkan hemoglobin maternal (yang mana kurva sudah bergeser ke kanan; lihat bagian Efek Respirasi). Sebagai tambahan, konsentrasi hemoglobin fetus biasanya 15g/dl (bandingkan dengan perkiraan 12 g/dl pada ibu). Karbondioksida sudah berdifusi melewati plasenta. Hiperventilasi maternal (lihat bagian dari efek respirasi) meningkatkan gradient untuk transfer karbondioksida dari fetus ke sirkulasi maternal. Hemoglobin fetus juga tampak memiliki afinitas yang lebih sedikit untuk karbondioksida dibandingkan dengan hemoglobin maternal. Transfer Agen Plasenta Melalui Plasenta Transfer obat melewati plasenta direfleksikan melalui rasio antara konsentrasi vena umbilicus dengan vena maternal (UV/MV), yang pengambilannya oleh jaringan fetus dapat dihubungkan dengan rasio antara konsentrasi arteri umbilikal fetus dengan vena umbilical (UA/UV). Efek ke fetus dari masuknya obat untuk persalinan tergantung pada beberapa factor meliputi rute masuknya (intramuscular, intravena, epidural, atau intrathecal), dosis, waktu masuknya (keduanya relative pada kelahiran juga pada kontraksi), dan maturitas organ fetus (otak dan hepar). Dengan dimikian memberikan obat sebelum kelahiran atau sebagai bolus intravena tunggal selama kontraksi uterus sebelum kelahiran (ketika aliran darah darah uterus menurun maksimal) tamopaknya sedikit menghasilkan level fetus yang tinggi. Efek pada fetus dapat dinilai intrapartum dengan perubahan pola detak jantung atau keadaan asam basa, atau paska partus dengan skor Apgar atau pemeriksaan persyarafan (lihat Bab 43). Untunganya , teknik anestesi terbaru untuk persalinan dan kelahiran (lihat Bab 43) umumnya memiliki efek fetus minimal meskipun transfer agen anestesi dan tambahannya lewat plasenta secara bermakna. Semua agen inhalasi dan hamper semua agen intravena dapat secara bebas melewati plasenta. Agen inhalasi umumnya menghasilkan depresi fetus yang sedikit ketika diberikan dalam dosis yang terbatas (<1 MAC) dan kelahiran terjadu dalam waktu 10 menit dari induksi. Thiopental, ketamin, propofol dan benzodiazepine sudah melewati plasenta dan dapat dideteksi dalam sirkulasi fetus. Untungnya, ketika agen tersebut, dengan pengecualian benzodiazepine, digunakan dosis induksi yang biasa, distribusi obat, metabolism, dan kemungkinan pengambilan lewat plasenta yang biasa dapat mengurangi efek pada fetus. Walaupun kebanyakan opiate melewati plasenta, efeknya pada neonates pada proses persalinan diperhitungkan bervariasi. Kelahiran yang baru tampaknya lebih sensitive pada depresi respirasi dari efek morfin daripada opiate lainnya., walaupun depresi respirasi adalah bermakna dengan meperidin, memuncak 1-3 jam setelah dimasukkan, hal tersebut masih memiliki efek yang lebih sedikit dibandingkan dengan morfin; butorphanol dan nalbuphine menghasilkan depresi respirasi yang lebih sedikit, tetapi masih mempunyai efek depresi pada persyarafan yang bermakna. Walaupun fentanil dapat melewati plasenta, tampaknya memiliki efek neonates yang minimal kecuali dengan dosisi intravena yang besar (>1µg/kg) diberikan segera sebelum persalinan. Fentanil, sulfentanil, dan atau yang kurang luas, morfin (lihat Bab 43) umumnya menghasilkan efek neonates yang minimal. Alfentanil menyebabkan depresi neonates mirip dengan meperidin. Ramifentanil juga melewati plasenta dan memiliki potensi untuk menghasilkan depresi respirasi pada kelahiran yang baru. Konsentrasi ramifentanil pada darah fetus umumnya sekitar setengah dari ibu sebelum kelahiran. Rasio UA/UV sekitar 30% menghasilkan metabolism ramifentanil yang lebih cepat pada neonatus. Relaksasi otot dengan ionisasi yang tinggi menghalangi transfer lewat plasenta, menghasilkan pada efek yang minimal ke fetus. Anestesi local merupakan obat dasar yang mana pada dasarnya terikat pada α1- glikoprotein asam. Transfer leat plasenta tergantung pada tiga factor : (1)pKa (lihat Bab 14), (2) pH maternal dan fetus, dan (3) tingkat ikatan protein. Kecuali untuk kloroprokain, asidosis pada fetus menghasilkan rasio fetus-maternal yang lebih tinggi karena ikatannya dengan ion hydrogen menjadi tidak terionisasi menyebabkan terjebaknya anestesi loka pada sirkulasi fetus. Difus agen yang berikatan besar dengan protein kurang melewati plasenta; dengan demikian, ikatan bupivakain dan ropivakain yang lebih besar terhadap protein, dibandingkan dengan lidokain, tampaknya dihitung pada tingkatannya yang lebih rendah dalam darah fetus. Kloroprokain mempunyai transfer lewat plasenta yang paling sedikit karena secara cepat terpecahkan oleh kolinesterasi plasma dalam sirkulasi maternal. Obat anestesi tambahan yang paling sering digunakan juga melewati plasenta. Dengan demikian pemasukan efedrin lewat maternal, β-adrenergik (seperti labetalol dan esmolol), vasodilator, phenothiazin, antihistamin (H1 dan H2), dan metoklorpramid di transfer pada fetus. Atropine dan skopolamin , tetapi tidak untuk glikopirolat, melewati plasenta; struktur ammonium (tang terionisasi) menghasilkan transfer yang hanya terbatas. Efek Agen Anestesi pada aliran Darah Uteroplasenta Agen anestesi mempunyai efek yang bervariasi pada aliran darah uteroplasenta. Barbiturat dan propofol tampaknya berhubungan dengan penurunan yang sedikit dalam aliran darah uterus dari ringan sampai sedang, dosis-tergantung menurunkan tekanan darah maternal. Dosis induksi yang sedikit, walaupun, dapat menghasilkan penurunan aliran darah yang lebih besar sebagai hasil dari aktivasi simpatoadrenal (berhubungan dengan anestesi yang ringan ). Ketamin, dengan dosis <1.5 mg/kg, tidak memberikan pengaruh yang cukup besar pada aliran darah uteroplasenta; efek hipertensinya tampaknya meniadakan vasokontriksi apapun. Hipertonus uterus dapat muncul dengan dosis ketamin >2 mg/kg. dibangingkan dengan thiopental dan propofol, midazolam mungkin lebih menghasilkan hipotensi sistemik yang transien ketika digunakan sebagai agen induksi. Etomidat tampaknya mempunyai efek yang minimal, namun aksinya pada sirkulasi uteroplasenta tidak dijelaskan dengan baik. Anestesi inhalasi volatile menurunkan tekanan darah dan, secara potensial, pada aliran darah uteroplasenta. Pada konsentrasi kurang dari 1 MAC, bagaimanapun, pada umumnya berefek sedikit, konsinten dengan dosis-tergantungnya pada relaksasi uterus dan reduksi yang minor aliran darah uterus. Nitros oksida memiliki efek minimal ketika dimasukkan dengan agen volatile. Percobaan pada binatang, nitros oksida secara tunggal dapat menyebabkan vasokonstriksi pada arteri uterus. Kadar yang tinggi dari obat anestesi lokal dalam darah-khususnya lidokain- menyebablan vasokontriksi arteri uterus. Pada kadar tertentu hanya dapat terlihat dengan injeksi intravascular yang tidak intens dan biasanya diikuti dengan blok paraservikal (yang mana tempat injeksi dekat dengan arteri uterus). Anestesi spinal dan epidural secara khas tidak menurunkan aliran darah uterus, sehingga hipotensi arteri dapat dihindari. Lebih lanjut, aliran darah uterus selama persalinan dapat memperbaiki pada pasien preeklampsi yang mengikuti anestesi epidural; penurunan sirkulasi katekolamin endogen tampaknya menurunkan vasokontriksi uterus. Tambahan konsentrasi dilusi epinefrin pada solusi anestesi local tidak banyak mempengaruhi aliran darah uterus. Pengambilan lewat intravascular dari epinefrin dari ruang epidural dapat menghasilkan efek β-adrenergik sistemik yang kecil. FISIOLOGI PERSALINAN NORMAL Rata-rata, persalianan dimulai pada minggu ke-40±2 setelah periode menstrusi terakhir. Factor yang terlibat pada persalinan awal tidak banyak diuraikan namun tampaknya meliputi overdistensi dari uterus, sensitivitas terhadap oksitosin yang meningkat, sintesis prostaglandin yang berubah oleh membrane fetus dan jaringan desidual. Walaupun tingkat oksitosin dalam sirkulasi seringkali tidak meningkat pada awal persalinan, sejumlah reseptor oksitosin pada miometrium meningkat cepat. Beberapa kejadianprodromal juga biasanya mendahului persalinan yang sebenanya sekitar 2-4 minggu lebih awal dari waktu kelahiran: fetus memperlihatkan bagiannya yang menempati pelvis; pasien mengalami kontraksi yang berkembang (Braxton Hicks) yang memiliki karakteristik dalam frakuensi, durasi, dan intensitas yang irregular; pelunakan servik dan penipisannya (servikal yang hilang) kira-kira 1 minggu sampai 1 jam sebelum persalinan yang sebenarnya, penebalan mukosa serviks (yang biasanya berdarah) menjadi pecah (penampakan berdarah) Persalinan yang sebenarnya dimulai ketika kontraksi Braxton Hicks yang sporadik dan tidak terencana meningkat dalam kekuatan (25-60 mmHg), koordinasi dan frakuensi (berbeda 15-20 menit). Membrane amniotic dapat rupture secara spontan mendahului atau bertahap dari onset dari persalinan yang sebenarnya. Mengikuti dilatasi servikal yang progresif, kontraksi pertama mendorong fetus dan kemudian plasenta melalui pelvis dan perineum. Biasanya, persalinan dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama dikenal sebagai onset dari persalinan yang sebenarnya dan berajhir dengan dilatasi servikal yang lengkap. Tahap kedua dimulai dengan dilatasi servik yang penug, yang ditandai dengan turunnya fetus,dan berakhir dengan kelahiran yang lengkap dari fetus. Akhirnya tahap ketiga dimulai dari kelahiran bayi sampai kelahiran dari plasenta. Berdasarkan laju dari dilatasi servik, tahap pertama kemudian dibagi menjadi fase laten yang lambat diikuti dengan fase aktif yang lebih cepat (gambar 42-3). Fase laten ditandai dengan penipisan servik yang progresif dsan dilatasi minor (2-4 cm). fase aktif berikutnya ditandai oleh lebih banyaknya kontraksi (3-5 menit) dan dilatasi servik yang progresif sampai 10 cm. tahap pertama biasanya berlangsung 8-12 jam pada pasien nulipara dan sekitar 5-8 jam pada pasien multipara. Figure 42–3. The course of normal labor. (Reproduced, with permission, from DeCherney AH, Pernoll ML [editors]: Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, 9th ed. McGraw-Hill, 2001.) Kontraksi selama tahap kedua muncul 1.5-2 menit terpisah dan berakhir 1-1.5 menit. Walaupun intensitas kontraksi tidak berubah, proses persalinan, dapat memperbesar tekanan intrauterus dan memfasilitasi keluarnya fetus. Tahap kedua biasanya berlangsung 12-120 menit dan tahap ketiga biasanya 15-30 menit. Perjalanan persalinan dimonitor dengan aktivitas uterus, dilatasi serviks, dan penurunan fetus. Aktivitas uterus yang ditentukan dari frekuensi dan besarnya kontraksi uterus. Yang terakhir mungkin dapat diukur secara langsung, dengan kateter yang dimasukkan melalui serviks, atau secara tidak langsung, dengan tokodinamometer yang diberikan dari luar mengelilingi abdomen. Dilatasi serviks dan penurunan fetus diketahui melalui pemeriksaan pelvis. Tempat fetus yang berkaitan dengan tingkat penurunan (dalam sentimeter) dari bagian yang dipresentasikan secara relative terhadap spina ischiadica (contoh, -1 atau +1).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar